Langsa – Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Samudra kembali menyelenggarakan kegiatan akademik berskala daerah melalui Kuliah Umum: “Literasi Keuangan Syariah dan Implementasi Qanun LKS Aceh” yang berlangsung pada Kamis (20/11/2025) di Auditorium FEB Unsam. Kegiatan ini menghadirkan narasumber utama Prof. Dr. M. Shabri Abd. Majid, M.Ec, salah satu pakar ekonomi syariah nasional dan anggota Dewan Syariah Aceh (DSA).
Kuliah umum ini menjadi bagian dari upaya FEB dalam meningkatkan literasi keuangan syariah serta memperkuat relevansi kurikulum dengan dinamika industri keuangan syariah di Aceh. Kegiatan juga berkontribusi langsung terhadap pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU), khususnya keterlibatan praktisi dalam proses pembelajaran.





Dalam paparannya, Prof. Shabri menjelaskan secara komprehensif sejarah, urgensi, serta landasan yuridis pembentukan Dewan Syariah Aceh, yang berperan sebagai lembaga otoritatif dalam memastikan kepatuhan syariah di Aceh, terutama setelah diberlakukannya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Beliau memaparkan tiga ruang lingkup utama LKS yang diatur dalam qanun, yaitu: Lembaga Keuangan Perbankan, Lembaga Keuangan Non-Perbankan dan Lembaga Keuangan Informal
Qanun tersebut memiliki masa transisi tiga tahun sebelum implementasi penuh, yang kemudian mengubah lanskap perbankan dan layanan keuangan di Aceh secara signifikan. Selain landasan regulasi, Prof. Shabri turut menjelaskan tugas, fungsi, dan kewenangan DSA dalam melakukan pengawasan syariah, memberikan fatwa dan rekomendasi, serta membina lembaga keuangan agar tetap berada dalam jalur kepatuhan syariah.
Prof. Shabri juga menguraikan perkembangan keuangan syariah di Aceh sejak implementasi Qanun LKS. Beliau menyoroti sejumlah capaian penting seperti transformasi penuh layanan perbankan, peningkatan kepatuhan syariah, serta respons masyarakat yang semakin positif terhadap layanan keuangan berbasis syariah. Namun demikian, beberapa tantangan masih perlu mendapat perhatian, seperti: tingkat literasi keuangan syariah masyarakat yang belum merata, kesiapan infrastruktur digital perbankan syariah, kebutuhan penguatan regulasi dan sosialisasi, serta keberadaan lembaga keuangan informal yang masih beroperasi di tengah masyarakat.
Beliau menegaskan bahwa keberhasilan implementasi qanun tidak hanya ditentukan oleh regulasi, tetapi juga oleh edukasi yang memadai kepada masyarakat dan dunia usaha.
Pemaparan tentang kondisi perbankan Aceh menjadi bagian yang menarik perhatian peserta. Prof. Shabri menjelaskan mengapa hanya Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Aceh Syariah yang beroperasi di Aceh pasca penerapan Qanun LKS, serta apa implikasinya bagi akses layanan keuangan. Beliau juga memaparkan prospek masuknya bank syariah nasional lainnya dan bagaimana persaingan sehat dapat mendorong peningkatan layanan bagi masyarakat.
Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan, terutama oleh kalangan mahasiswa. Beberapa isu yang mencuat antara lain: Mekanisme pengawasan terhadap lembaga keuangan informal (rentenir), Kehalalan produk tabungan emas yang wujud fisiknya tidak langsung diserahkan kepada nasabah, Status syariah e-wallet dan aplikasi keuangan digital. Pro-kontra fasilitas perbankan syariah nasional di Aceh pasca Qanun LKS.
Prof. Shabri memberikan jawaban yang argumentatif, bernuansa ilmiah, dan didukung data, sehingga memperkaya wawasan peserta.